JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Kecurangan-kecurangan dalam Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang dibongkar dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Pusat, Senin (30/5).
Rais Syuriah PWNU Kepulauan Riau (Kepri) KH Muhammad Nabhan yang dihadirkan sebagai saksi menjelaskan di depan para hakim bahwa sistem Ahlul Halli Wal-Aqdi (AHWA) yang dipaksakan dalam Muktamar NU tanpa persetujuan mayoritas Muktamirin telah menginjak-injak kesepakatan ulama NU di Muktamar Makassar.
Baca Juga: Mitos Khittah NU dan Logika Kekuasaan
”Karena itu sejak Muktamar alun-alun hingga sekarang belum ada PBNU yang sah. Muktamar cacat hukum dan tidak terpenuhi rukunnya, maka semua produk, termasuk kepengurusannya tak sah,” kata Kiai Nabhan.
(Baca: (Baca: Said Aqil Dianggap Bohongi Kiai dan Halalkan Segala Cara, Ketua PWNU Banten Mundur)
Ia menceritakan kronologis pemaksaan AHWA sejak pra-Muktamar NU di Medan. ”Dalam acara pra muktamar NU yang saya ikuti di Medan, semua peserta tak setuju dengan AHWA. Begitu juga dalam Munas Alim Ulama. Peserta tak diberi kesempatan berbicara,” katanya.
Baca Juga: Kembangkan Kewirausahaan di Lingkungan NU, Kementerian BUMN Teken MoU dengan PBNU
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Agama Batam itu menjelaskan bahwa dalam sidang komisi organisasi AHWA itu sebenarnya sudah diputuskan akan diberlakukan pada Muktamar akan datang, yaitu Muktamar ke-34, bukan dalam Muktamar NU ke-33 di Jombang. Tapi anehnya, menurut dia, tiba-tiba ada ”forum dadakan” bernama komisi Syuriah yang menganulir keputusan sidang komisi organisasi. ”Padahal dalam AD/ART tak ada yang namanya komisi Syuriah,” katanya.
Jadi praktik AHWA itu dilakukan dengan berbagai modus rekayasa dan kecurangan yang bertolak belakang dengan budaya NU dan AD/ART NU. ”Mereka telah menginjak-injak kesepakatan para ulama NU di Makassar,” tegasnya.
Yang paling lama mendapat pertanyaan hakim adalah Suryansyah, sekretaris PWNU Kalimantan Barat. Suryansyah menjelaskan kronologis peristiwa kegaduhan Muktamar yang berujung gugatan ini. ”Mulai dari registrasi sudah gaduh,” katanya. Secara tegas ia mengatakan bahwa Muktamar NU ke-33 di alun-alun Jombang tak sah karena tak sesuai dengan AD/ART.
Baca Juga: Konflik Baru Cak Imin, Istri Said Aqil Mundur dari PKB, Akibat Khianat saat Muktamar NU?
(Baca: Tuntut PBNU Dibersihkan dari PKI, Syiah dan Liberal, Kiai-Kiai Desak Said Aqil Mundur)
Selain Suryansyah, Muhammad Zainuddin, sekretaris PWNU Kepri dan Muhammad Musyafak juga menjadi saksi dalam sidang ini.
Sementara Dr Ima Mayasari, SH, MH, pengacara Forum Lintas PWNU yang menguggat keabsahan Muktamar itu menemukan bukti mengejutkan. Yaitu tentang surat pengajuan keabsahan kepengurusan PBNU kepada Menkumham yang sangat janggal. Karena antara rapat formatur dengan surat pengajuan itu ternyata lebih dulu pengajuan permohonan pengabsahan kepada Depkumham.
Baca Juga: Emil Dardak Dukung Muktamar NU ke-35 di Surabaya
”Mereka mengajukan permohonan oleh notaris tanggal 18 Agustus dengan melampirkan berita acara formatur tanggal 21 Agusutus dan surat tugas notaris tanggal 24 Agustus 2015. Ini kan gak bener,” kata Ima Mayasari kepada BANGSAONLINE.com, Senin (30/5) malam.
Dosen Universitas Indonesia (UI) itu mengaku banyak menemukan kejanggalan yang sebenarnya sangat lucu karena tampak sekali modus rekayasanya. ”NU kok jadi begini,” keluhnya. (tim)
(Baca: Menentang Qanun Asasi NU, Kiai Afif Minta Said Aqil Dirikan NU Baru)
Baca Juga: Satu Abad Nahdlatul Ulama, Eri Cahyadi Ingin Surabaya jadi Tuan Rumah Muktamar NU ke-35
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News